Laman

Cari Blog Ini

Sabtu, 26 Januari 2013

Menjawab Tantangan Pendidikan Tinggi di Indonesia

Dalam pembukaan Education and Training Expo 2013 yang digelar di Jakarta Convention Center, Kamis (24/1), Sekretaris Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Patdono Suwignjo. menjelaskan bahwa salah satu indikator kesuksesan pendidikan tinggi sebuah negara dapat dilihat dari keturutsertaan masyarakat pada rentang umur jenjang pendidikan tinggi atau tercermin dalam Angka Partisipasi Kasar Pendidikan Tinggi (APK PT).
Patdono menjelaskan bahwa APK PT di Indonesia, sudah mencapai 33%, “Bila melihat Rencana Strategis Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan khususnya Ditjen Dikti, angka ini sudah mencapai targetnya, bahkan lebih cepat dari rencana semula yang diharapkan tercapai pada tahun 2014, tetapi pada tahun 2012 targat tersebut dapat terealisasikan” jelas Patdono. Walau demikian, Patdono mengakui bahwa angka tersebut masih tertinggal dibandingkan beberapa negara tetangga, seperti Singapura, Thailand, Malaysia maupun Filipina.
Masih tertinggalnya jumlah APK PT dibandingkan dengan negara tetangga, tidak menunjukan bahwa kualitas sumber daya manusia Indonesia tertinggal, hal ini dapat dilihat dengan banyaknya prestasi yang ditorehkan oleh para mahasiswa Indonesia di kancah Internasional, “Secara sumber daya manusia saya yakin kita tidak kalah, buktinya kita selalu juara dalam berbagai olimpiade bidang pendidikan, jarang sekali kita mendapatkan hanya satu atau dua medali, kita sering memborong medali di setiap kejuaraan internasional” tegas Patdono.
Hal ini menunjukan bahwa pembinaan dan pengelolaan pendidikan bila terkonsentrasi pada jumlah yang kecil tentunya lebih mudah dibanding dengan jumlah yang besarnya, sepertihalnya Indonesia yang luas serta jumlah penduduknya yang besar dan beragam tentunya menjadi tantangan tersendiri dalam pengelolaanya, “Dalam ilmu menajemen sering kita dengan istilah “Size doesn’t matter” tetapi di dunia pengelolaan pendidikan “Size does matter ” ucap Patdono.
Tantangan pendidikan tinggi ini, tentunya bukan tanpa solusi, di akhir tahun 2012, Pemerintah bersama Dewan Perwakilan Rakyat telah melahirkan Undang-Undang No 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi (UU Dikti). Salah satu yang diatur oleh UU Dikti adalah mengenai akses pendidikan. Melalui undang-undang tersebut akses pendidikan tinggi coba diperluas dengan memperbanyak kuota mahasiswa di perguruan tinggi, tentunya dengan bantuan sarana prasarana yang mendukung proses pembelajaran, selain itu pendirian berbagai perguruan tinggi baru, pembukaan politeknik dan akademi komunitas pun menjadi salah satu rencana dalam menambah kuota sekaligus membuka akses kesempatan kepada masyarakat untuk menjangkau pendidikan tinggi.
Selain itu kebijakan lainnya terkait pembukaan akses adalah dengan memberikan Bantuan Operasional Perguruan Tinggi Negeri (BOPTN). BOPTN dimaksudkan untuk membantu masyarakat dalam pembiayaan pendidikan tinggi, “ Total dana BOPTN untuk tahun 2012 dan 2013 adalah Rp. 2,7 triliun, dan diperkirakan pada tahun 2014 akan mencapai Rp. 4 triliun “ ucap Patdono. Selain BOPTN, pemerintah pun melalui Kemdikbud telah menyediakan program BIDIKMISI, program ini adalah bantuan pendidikan bagi mahasiswa dari golongan keluarga yang tidak mampu. “ Bidikmisi adalah hal yang besar, karena selain meberikan bantuan pembiayaan pendidikan juga memberikan bantuan biaya hidup bagi penerimanya. Sejak tahun 2010 program ini diterima oleh 91 ribu penerima Bidikmisi dan angka ini akan terus bertambah setiap tahunya”.
Patdono meyakini bahwasanya tantangan di pendidikan tinggi tidak mungkin selesai oleh pemerintah saja, tetapi juga membutuhkan bantuan dan kerjasama dari masyarakat, “oleh karenanya kami sangat memberikan apresiasi kepada masyarakat yang terus mendukung pemerintah dalam meningkatkan kualitas dan mutu di pendidikan tinggi”. (YH)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar